Memahami Pikiran Pengajar & (Maha)Siswa

Tulisan ini saya buat sebagai salah satu rangkaian dari seri metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL), dan sebagai follow-up dari tulisan saya sebelumnya.

Siapa bagi Bapak/Ibu Pengajar (guru/dosen) yang masih mengajar dengan menggunakan ppt tahun lalu atau mungkin bertahun-tahun lalu yang masih digunakan sampai saat ini? Hayoo….ngaku… πŸ˜€

Memang sih tidak salah menggunakan ppt tahun-tahun lalu… πŸ™‚

Tapi saya jadi teringat pada pengalaman pribadi beberapa tahun yang lalu ketika saya mengajar sebuah kelas. Setelah menyampaikan presentasi ppt tentang suatu materi, mulut sampe berbusa ngomong sana-sini, berusaha memberikan penjelasan sedetil-detilnya agar para mahasiswa mengerti, tapi setelah selesai presentasi dan pada sesi tanya jawab saya mempersilahkan “siapa yg belum jelas, silahkan tanya…“. Lalu sesaat kelas sunyi sepi seperti kuburan, yang terdengar justru suara jangkrik….krik-krik-krik… πŸ˜€

Entah apa yang terjadi pada para siswa itu… πŸ˜€ Karena ‘diam’ itu memiliki seribu satu arti.

Pernahkah para guru atau dosen mengalami kejadian seperti itu? Yang pernah, silahkan tinggalkan komentar dibawah, kita nangis sama-sama… πŸ˜€

Nah mulai dari kejadian yang sering terulang itu, bagi saya ini adalah sebuah pola, karena sering terulang. Lalu saya mencari tahu dimana letak masalahnya. Dan saya memutuskan untuk merubah metode pengajaran saya mulai tahun akademik 2021/2022.

Sebelum masuk kepada metode PBL, saya rasa kita perlu memahami pikiran diri kita terlebih dahulu sebelum memahami pikiran orang lain. Betul ? πŸ˜€

Kenapa kita perlu memahami pikiran kita terlebih dahulu?

Jawabannya, tentu saja kita perlu memahami diri sendiri, karena sebelum kita ingin dikenal dan mengenal orang lain, kita perlu memahami dan mengenal diri kita sendiri. Seperti yang pernah dikatakan oleh seorang Ulama dan sastrawan besar Indonesia, Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo, A.K.A Buya Hamka, β€œMengenal diri sendiri jauh lebih sulit daripada ingin mengetahui kepribadian orang lain. Sebab itu, kenalilah dirimu sebelum mengenal pribadi orang lain.”

Memahami diri sendiri berarti paham betul akan segala unsur dalam diri, baik itu unsur psikologis, fisik, moral, potensi hingga aspek sosial.

Pada hakikatnya, kita sebagai manusia memiliki dua entitas utama, yaitu jasmani dan rohani. Secara jasmani, kita dapat mengetahui dan memahaminya dengan mudah karena bisa langsung kita lihat oleh indera kita, tetapi bagaimana dengan entitas rohani? Bagaimana cara kita memahami rohani atau mental/moral kita, karena hal tersebut tidak terlihat oleh mata kita. Hal tersebut menunjukkan bahwa mengenal diri sendiri tidaklah mudah.

Bagaimana cara memahami diri sendiri ?

Agar kita dapat mengenal dan memahami diri sendiri dengan sebaik-baiknya, kita dapat memulainya dengan mengidentifikasi blue print diri kita sendiri, mulai dari karakter apa yang menjadi keistimewaan kita, lalu visi-misi kita dalam hidup ini dan bagaimana kita memandang hidup ini, kemudian lakukanlah refleksi agar kita dapat memahami pribadi kita.

Karakter adalah sesuatu yang dipelajari dari kebiasaan kita sejak kecil. Pada mulanya kita melihat dari karakter orang lain (bisa orang tua, kakek, nenek, pengasuh, guru, idola), ketika kita diinstruksikan untuk melakukan sesuatu hal misalnya, dan jika itu kita merasa hal itu untuk kebaikan maka kita tentunya bersedia untuk melakukannya. Pengkondisian yang terus menerus seperti ini membuat karakter itu tertanam di pikiran bawah sadar kita dan akhirnya menjadi karakter kita hingga saat ini.

Ada serangkaian kualitas yang dimiliki oleh orang-orang berkarakter baik. Beberapa contoh diantaranya adalah adil, bijaksana, disiplin, integritas, murah hati, kasih sayang, pengendalian diri, kebulatan tekad, keramahan, dan lainnya. Dari semua itu, ada satu karakter yang paling penting yang akan menentukan kekuatan karakter kita yaitu integritas. Saat level integritas kita lebih tinggi, maka kita akan menjadi lebih jujur terhadap diri sendiri dan cenderung menjalani hidup kita lebih sesuai dengan nilai-nilai lain yang kita junjung dan hormati. Nilai-nilai hidup dalam diri kita bisa terbentuk dari orang-orang yang kita kagumi dan cintai. Misal, saya sangat mengagumi Bapak Prof. BJ Habibie. Sejak duduk di kelas bangku SD, guru saya sering bercerita tentang Beliau. Setiap kali mendengarkan ceritanya, saya menyerap nilai-nilai dari Beliau. Saya juga membaca buku-buku Beliau. Hingga saya bermimpi ingin sekolah ke luar negeri seperti Beliau jika besar nanti. Dan menjadi seorang yang menginspirasi orang-orang di sekitar saya.

Ketika semua karakter baik tersebut membentuk ucapan, langkah, keputusan kita, dan menjadi reaksi alamiah kita maka hal itu telah menjadi karakter positif pada diri kita sendiri. Cobalah kita pelajari nilai-nilai yang kita kagumi dari orang-orang sukses yang kita idolakan. Copy-paste karakter dan cara pikir mereka, cobalah kerjakan apa yang mereka telah kerjakan. Walaupun mungkin kita tidak biasa tetapi kerjakan saja … toh tidak ada salahnya. Paling tidak orang-orang sukses tesebut telah memberikan bukti bahwa dengan mempraktekan karakter dan cara berpikir seperti mereka itu telah meraih kesuksesannya, betul atau betul? Nah, yang perlu kita lakukan hanyalah terus melakukannya sampai kita menemukan sebuah karakter kombinasi yang tepat atau cocok untuk diri sendiri.

Nah, demikian tahap awal dalam memahami diri sendiri. Jika kita sebagai tenaga pengajar atau Anda sebagai siswa belum bisa memahami diri sendiri, maka Anda memerlukan bantuan dari seorang Coach/Mentor. πŸ™‚

Bersambung…..

Tags: , , , , , , , , ,

Leave a comment